Memenuhi kualitas telur layak ditetaskan, tidak cukup sekadar mengandalkan pemberian pakan dan vitamin, harus memenuhi standar hormon dari perkawinan dengan perbandingan seekor pejantan tangguh mengawini 10 ekor bebek betina.
PRIA yang satu ini terlihat hanya menggunakan kaus singlet. Sepotong kertas sebuah pena dan ember besar cat tembok tampak ditentengnya.
Skalanews Official, Minggu (12/9) pagi buta, menyambangi pria berusia 45 tahun, ayah satu orang anak yang masih kelas tiga SMP ini di Jalan Swadaya, Desa Sidodadi, Kecamatan Batangkuis, Kabupaten Deliserdang, Sumatera Utara.
Dia adalah Hasundungan Sinaga, sang perantau asal Balige, Kabupaten Toba, yang sudah malang-melintang berwirausaha di kawasan Medan dan sekitarnya.
Cerita Hasundungan, Pandemi Covid-19 telah memutar isi kepalanya. Mencari cara untuk bisa memenuhi kebutuhan keluarga. Pedagang buah kecil-kecilan di kawasan Sambu hingga ikut direlokasi ke Pasar Lau Cih ini, mengaku betapa dahsyatnya terpaan badai pandemi terhadap perekonomiannya.
Delapan bulan terakhir dia memilih banting setir. Membuka usaha ternak bebek petelur atas support dari temannya yang beternak bebek di kawasan Seituan, Desa Sugiharjo, Kecamatan Batangkuis.
“Hasilnya lumayan dan saya melihat peternakan bebek petelur ini prospek untuk dikembangkan,” kata pemilik seribu ekor lebih bebek petelur ini.
Dia tampak merangkak di sudut kandang, mendata dan mengumpul telur. “Untuk kandang seluas ini, hanya perlu waktu lebih kurang satu jam mengumpul telur, dan sekitar empat jam membersihkan kandang dan melayani pakan seribu ekor bebek,” kata Hasundungan Sinaga.
Menurut dia, tiga unit kandang dihuni seribu ekor bebek itu dibangun bertahap, dan sudah menghabiskan modal kandang dalam kondisi kosong tanpa bebek sekitar Rp75 Juta. “Modal awal menjadi tantangan beratnya,” kenang Sinaga.