Pers dan Refleksi Kemerdekaan: Banyak Hal Harus Diperbaiki

Pers dan Refleksi Kemerdekaan: Banyak Hal Harus Diperbaiki
Wakil Ketua Dewan Pers Hendry Ch Bangun (kiri) dan Ketua SMSI Sumut Ir Zulfikar Tanjung. Foto: Ist

BAGAIMANA kehidupan pers di usia 76 tahun Indonesia Merdeka? Kondisinya sedang tidak baik-baik saja. Sebagai orang pers, saya merasa banyak sekali hal yang harus kita perbaiki. Itupun kalau ada kesadaran di kalangan pers itu sendiri.

Dalam diskusi yang diadakan Dewan Pers pada Minggu malam dengan pihak-pihak di luar pers, tercermin bagaimana kondisi pers sekarang semakin jauh dari pers yang ideal. Banyak harapan terhadap pers, jauh dari kenyataan.

Salah satu ungkapan dalam pertemuan itu menyebutkan, pers Indonesia sedang menggali kuburnya sendiri karena sikap dan perilakunya. Dalam hal ini cara pandang dan cara kerja dari media, khususnya terkait dengan pandemi Covid-19 yang melanda kita.

Seharusnya semangat yang dibangun adalah bagaimana pers menggalang masyarakat untuk bersama-sama semua komponen bangsa membantu pemberantasan Covid. Media yang bagus dengan kedalaman wawasan, pengetahuan, dan ketrampilan berbahasa membuat persoalan rumit menjadi enak dibaca, ditonton atau didengar.

Berita lalu menimbulkan semangat dan gairah, untuk bangkit dari keterpurukan. Tetapi banyak sekali media yang justru sibuk dengan ini-itu, hal remeh temeh, sehingga audiens pun ikut permainan dan tidak melihat Covid ini sebagai hal serius. Mungkin seperti berita entertainmen. Padahal menyangkut masalah hidup mati.

Pers juga seperti tidak peduli apakah pandemi ini cepat selesai atau tidak. Padahal negeri ini sedang kesusahan. Kondisi ekonomi umumnya sulit, banyak usaha gulung tikar, berbagai kegiatan berkurang. Yang berimbas pada perusahan pers –pendapatan anjlok, sulit beroperasi normal, terpaksa mengurangi atau memotong gaji, PHK– sehingga  seperti bisnis lain, pers sejatinya ingin agar ekonomi kembali pulih. Semestinya ada strategi agar semua pemangku kepenting bersama-sama bergerak ke arah pemulihan. Tapi kalau yang disampaikan semuanya mengarah ke bad news—membesarkan berita buruk, dan bukan membuat berita yang memberi harapan, bagaimana pasar mau optimistis?